Sejarah berdirinya Paroki Santa Maria Blitar memang
tidak lepas dari jasa para romo dari Belanda. Misi yang dijalankan ditujukan
untuk mengembangkan para penduduk pribumi. Perkembangan umat memang tidak serta
merta berjalan mulus, banyak kendala yang terjadi sehubungan proses
perkembangan.
Konon sejak dirikannya paroki St. Yusup Blitar, kira
– kira tahun 1933 sebagai basis pengembangan Gereja (“PUSAT MISI”) di wilayah
(kemudian) keuskupan Surabaya, seperti halnya Muntilan dan Mendut di Jawa
Tengah, sekitar tahun 1935 telah dirintis pelayanan untuk warga pribumi /
keturunan Tionghoa di wilayah Blitar Barat. Pusat pelayanan Liturgi dan
pastoral ini terletak di jalan Cemara, kurang lebih di sebuah gudang yang
disulap menjadi kapel. Karena Prefek Apostoliknya waktu itu Mgr. Th. De Backer,
CM, maka kapel itupun dinamai ST. THEOFILUS. Namun ketika Jepang masuk tahun
1942 kehidupan Gereja di wilayah inipun seolah – olah tenggelam.
Kemudian kira – kira tahun 1955 Keuskupan Surabaya
bekerjasama dengan Organisasi Masyarakat Tionghoa di Blitar (perkumpulan TJOO
TJENG HWE) membeli sebidang tanah dan membangun gedung olah raga bulu tangkis
di jalan Cepaka 10. Sekarang menjadi SDK / TKK Yos. Sudarso. Tanggung jawab
pembangunan tersebut dilaksanakan oleh Pastor Voel, CM tahun 1957. Dengan
keberadaan gedung itu, maka seminggu sekali dilaksanakan kembali pelayanan
Liturgi untuk umat di wilayah Blitar barat.
Maka gedung olah raga itu diubah menjadi gedung
serbaguna, yang kemudian desainnya disesuaikan sebagai kapel dengan tambahan
ruang pengakuan dan sankristi. Kini jadi
kantor Guru SDK. Yos. Sudarso. Pada decade tahun 50 – an itu pula Yayasan
Pendidikan Yohanes Gabriel mulai mengembangkan lembaga pendidikan di wilayah
ini.
Mula – mula TK yang merupakan embrionya, yang
dilaksanakan di rumah Toko Mas Gajah dan juga rumah ibu Erna di jalan Merdeka.
Salah seorang pioneer sebagai gurunya adalah Tante Vien (ibu Tini Andriani / ibu Rahmat Santoso, jl. Tanjung 38). Lalu
Pastor van Steen, CM mulai membangun local di sebelah timur kapel di jl.
Cepaka. Sekolah tersebut dibantu pengelolaannya oleh Suster – suster Abdi Roh
Kudus (SSpS) yang telah lebih dahulu mengelola Sekolah TKK dan SDK St. Maria di
jalan Pahlawan. Maka TK yang dibangun itu juga cabang St. Maria. Kelak sebutan
ini sangat melekat dikenal masyarakat sebagai sebutan paroki ini, sementara
sebutan untuk Paroki St. Yusup sebagai pusat.
Bersama
dangan berkembangnya sekolah jumlah umat juga berkembang dengan pesat, oleh
sebab itu pada tahun 1963 Pastor J. van Steen, CM dibangunlah gedung Gereja
yang selesai tahun 1964 dan diberkati
oleh Uskup Surabaya Mgr. J. Klooster, CM dengan nama “Gereja St. Maria”. Pada
tahun 1964 Pastor van Steen, CM, mulai membangun gedung gereja yang sekarang. Pembangunan itu selesai pada tahun
1965. Kebetulan menjelang akhir tahun itu terjadi gejolak politik dengan adanya
peristiwa Gestok. Sekolah Cina dan Baperki dibubarkan / membubarkan diri.
Banyak sekali murid – murid yang tidak sekolah lagi, yang kebetulan orang tua
mereka (keluarga Tionghoa) lebih banyak cenderung menyekolahkan anaknya di
sekolah Katolik. Melubernya siswa SDK Yos. Sudarso saat itu. Akibatnya dapat
diduga, sekolah kita kekurangan local. Pastor van Steen, CM yang menangani
sekolah dan sekaligus melayani gereja St. Maria (stasi), langsung mengambil
kebijakan untuk memanfaatkan gedung serba guna bekas kapel, menjadi ruang
kelas.
Pada situasi yang dianggap cukup rawan waktu itu,
banyak pemuda – pemuda yang diaktifkan untuk berjaga di komplek itu. Hal itu
terus berlanjut sejak Pastor H. Niesen, CM sebagai Pastor Paroki pertama sampai
jamannya Pastor B. Martokusuma, CM. Pastor Martokusuma, CM sebagai Pastor
Paroki kedua menggantikan Pastor H. Niesen, CM, mulai bercita – cita membangun
pastoran di lokasi ini. Beliau mencicil membangun kamar mandi, kemudian
menampung beberapa pemuda dari pedesaan yang bersekolah di Blitar yang juga
ditugasi sebagai pembantu koster.
Pada tahun 1974 Pastor J. Bartles, CM diangkat
sebagai Pastor Paroki St. Maria Blitar . Perubahan mulai Nampak cukup radikal.
Dengan memanfaatkan beberapa tenaga pemuda, gedung sekolah yang sebelumnya
adalah kapel, yang sebagiannya sempat juga dimanfaatkan sebagai studio radio
amatir “RAMECHO” oleh Pastor B. Martokusuma, CM dirombak menjadi tempat tinggal
pastor yang sesungguhnya jauh dari layak untuk itu. Sejak saat itu tahun 1975
Pastor J. Bartles, CM berdomisili di
tengah umatnya. Kemudian bulan Juni tahun 1975 salah seorang tenaga kuli yang
ikut merenovasi tempat tinggal pastor itu direkrut sebagai tenaga paroki sebagai
Sekretaris Paroki. Dan pada tahun 1976 buku Paroki mulaiu dicatat sendiri.
Langkah radikal Pastor J. Bartles, CM tidak hanya
sampai di situ, gedung bekas kapel yang digunakan sekolahpun dengan sekuat
tenaga diperjuangkan untuk dapatnya kembali kepada Paroki. Hasilnya 2 (dua)
ruang kelas dikembalikan oleh Yayasan (Pastor Reintjes, CM). Maka kembali
dilakukan renovasi untuk beberapa fasilitas yang mendukung kehidupan
berparoki. Gereja juga telah mengalami
banyak sekali perbaikan, termasuk membangun kamar tidur untuk Pastor di bagian
atas sankristi, masih banyak lagi perubahan fisik yang dilakukan.
Secara organisatoris, sejak terbentuknya Paroki St.
Maria tidak memiliki Dewan Paroki. Hanya ada semacam perwakilan dari umat
Paroki St. Maria yang duduk dalam Dewan Paroki St. Yusup. Maka tidaklah
mengherankan bila sangat sulit menghilangkan kesan bahwa Paroki St. Maria
identik dengan cabang dan Paroki St. Yusup sebagai pusatnya.
Oleh sebab itu Pastor Johanes Maria Antonius
Bartles, CM menekankan agar Paroki ini punya jati diri. Maka secara
administratif dan organisatoris serta ekonomis harus otonom, terlepas dari
Paroki St. Yusup. Sebagai cikal bakal Dewan Paroki, pada tahun 1975 dibentuklah
Pendamping Pastor Paroki disingkat P3 (waktu
itu belum ada fusi Partai – partai Islam yang kemudian juga disebut P3)
yang anggotanya hanya 3 (tiga) orang, yakni bpk. JF. Armeyn, bpk. JA. Mochtar
dan bpk. IC Soedarman,ketiga beliau telah almarhum. Ketiga beliau itu sekaligus
mewakili tiga wilayah yang kemudian akan berubah menjadi menjadi
lingkungan,yaitu; kepanjenkidul,karangsari,dan sukorejo. Ketiga lingkungan itu
diberi nama sesuai dengan pelindungnya St. Mikael, Rafael dan Jibrael. Tahun
1974 dibentuklah Dewan Paroki yang pertama, yang diketua Bapak Atmo Soewito
almarhum,dan beliau ini juga pernah duduk sebagai perwakilan dalam Dewan Paroki St, Yusuf.
Pada masa bakti Pastor Johanes Maria Antonius
Bartels CM. Pula diawalinya penyelenggaraan ‘’Hari Paroki’’ harinya umat untuk
membangkitkan kembali semangatnya dalam hidup berparoki. Hari Paroki itu
mulanya setiap dilaksanakan pada Pesta
Pelindung Lingkungan, Pesta Tiga Malaikat Agung setiap tanggal 29 September.
Jadi Hari Paroki sama sekali bukan Hari Ulang Tahun
Paroki, meskipun akhirnya pelaksanaan Hari Paroki digeser bertepatan dengan
Pesta Pelindung Paroki yang juga masih bulan September. Karena pada akhirnya
Lingkungan – lingkungan tidak lagi terbagi menjadi 3 (tiga), tetapi 7 (tujuh)
Lingkungan. Tujuan lain dari Hari Paroki adalah untuk membangun semangat dan
identitas diri sebagai Paroki yang mandiri, setara dengan Paroki – paroki
lainnya. Perjuangan membangun Paroki ini cukup berat, disamping karena citranya
sebagai cabang, umat di wilayah ini dahulu dianggap sebagai sumber utama
kehidupan ekonomis bagi wilayah Blitar seluruhnya. Tantangan timbul dari Paroki
ada lebih dahulu maupun sebagian tokoh – tokoh umat di St. Maria sendiri karena
berbagai alasan.
Setelah Pastor Johanes Maria Antonius Bartles, CM
keluar dari Paroki St. Yusup dan menetap di Paroki St. Maria dan membentuk embrio
Dewan Paroki (P3 à waktu itu), Paroki St. Maria mempunyai
wilayah 3 Lingkungan dan 4 Stasi, diantaranya:
¥ Lingkungan : 1. Lingkungan
Kepanjen Kidul
2.
Lingkungan Karangsari
3.
Lingkungan Sukorejo dan Balapan
¥ Stasi
: 1. Stasi Wonodadi
2.
Stasi Srengat
3.
Stasi Ngadirejo
4.
Stasi Sumberingin
Karena berbagai berkembangan dan bertambahnya umat
Katolik dari tahun ke tahun dan sangat diperlukan pemekaran wilayah/Lingkungan
terlebih untuk di wilayah Kota Blitar, maka dari 3 Lingkungan dikembangkan
menjadi 7 Lingkungan
Adapun Lingkungannya adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Sanankulon:
(meliputi kota & Kabupaten
Blitar, yang termasuk kota Blitar adalah Kelurahan Blitar, Kelurahan Pakunden
dan Kelurahan Tanjung Sari. sedang yang termasuk wilayah kabupaten Blitar
adalah desa Kalipucung, desa Purworejo, dan desa Sanankulon).
2. Lingkungan Balapan
(meliputi pedukuhan Balapan, dan termasuk Kelurahan
Sukorejo)
3. Lingkungan Turi
(meliputi kelurahan Turi ditambah pedukuhan Kampung Kelurahan
Sukorejo).
4. Lingkungan Karangsari
(meliputi kota & Kabupaten
Blitar, yang termasuk kota Blitar adalah Kelurahan Karangsari, Kelurahan Tlumpu
dan Kelurahan Rembang, sedang yang termasuk wilayah kabupaten Blitar adalah
desa Plosoarang).
5. Lingkungan Kepanjen Kidul
(meliputi
kelurahan Kepanjen Kidul bagian Selatan)
6. Lingkungan Kauman
(meliputi
sebagian kelurahan Kepanjen Kidul, dan kelurahan Kauman)
7. Lingkungan
Sukorejo
(meliputi
kelurahan Sukorejo, kecuali pedukuhan Balapan dan Kampung Baru Sukorejo)
Karena
Paroki St. Maria berada di kota Blitar bagian Barat dan hanya melayani 4 Stasi
dan tidak seimbang dengan wilayah yang dilayani oleh Paroki st. Yusup Blitar,
maka pada tanggal 10 Desember 1993 Paroki st. Yusup melimpahkan dan menyerahkan
9 (Sembilan) Stasi yang berada di wilayah Kabupaten Blitar bagian Barat kepada
Paroki St. Maria Blitar, yang dulunya hanya 4 (empat) Stasi, maka mulai waktu
itu Paroki St. Maria pelayanannya menjadi 13 (tiga belas) Stasi.
Adapun Stasi Yang dilimpahkan adalah sebagai
berikut.
I. Stasi yang Lama:
1. Stasi Wonodadi
2. Stasi Srengat
3. Stasi Sumberingin
4. Stasi
Ngadirejo
II. 9 (Sembilan) Stasi yang dilimpahkan,
adalah sebagai berikut:
1. Stasi Suruhwadang à (kecamatan
Suruhwadang, kabupate Blitar)
2. Stasi Sumberjo à (kecamatan
Suruhwadang, kabupaten Blitar)
3. Stasi Kademangan à (kecamatan
Suruhwadang, kabupaten Blitar)
4. Stasi Jatilengger à (kecamatan
Ponggok, kabupaten Blitar)
5. Stasi Maliran à (kecamatan
Sanankulon, kabupaten Blitar)
6. Stasi Bacem à (kecamatan
Ponggok, kabupaten Blitar)
7. Stasi Rejoso à (kecamatan
Ponggok, kabupaten Blitar)
8. Stasi Gembongan à (kecamatan
Ponggok, kabupaten Blitar)
9. Stasi
Sanandayu à (kecamatan
Nglegok, kabupaten Blitar)
Seiring dengan ciri khas kekatolikan maka Pastor
Paroki bersama Dewan Paroki pada tanggal 28 April 1997 memberi nama pelindung
kepada setiap Stasi. Adapun nama pelindung adalah sebagai berikut:
1. Stasi Suruhwadang à (Santo
Paulus)
2. Stasi Sumberjo à (Santo
Petrus)
3. Stasi Kademangan à (Santo
Mateus)
4. Stasi Jatilengger à (Santo
Yakubos Tua)
5. Stasi Maliran à (Santo
Bartolomeus)
6. Stasi Bacem à (Santo
Yohanes)
7. Stasi Rejoso à (Santa
Maria)
8. Stasi Gembongan à (Santo
Yakobus Muda)
9. Stasi Sanandayu à (Santo
Mateas)
Pada tahun 2009 Paroki St. Maria Blitar dibawah
pimpinan Pastor Martinus Aloysius Paryanto, CM,
melakukan adanya pemekaran lingkungan yakni Lingkungan Sanankulon dibagi
menjadi 2 dan batas wilayahnya berdasarkan Jalan Raya Tanjung. Sehingga Paroki
St.Maria Blitar membawahi 8 lingkungan
serta 12 stasi. 8 lingkungan tersebut ada dalam naungan 3 Wilayah, adapun nama
– nama pelindung lingkungan sebagai berikut :
Wilayah I : Lingkungan St.
Timotius
Lingkungan St.Agnes
Wilayah II : Lingkungan St. Gabriel
Lingkungan St.Rafael
Lingkungan St.Mikael
Wilayah III : Lingkungan St. Agustinus
Lingkungan St. Basilius Agung
Lingkungan St. Chatarina Laboure
Berkembang
maupun mundurnya Paroki St.Maria Blitar tentu tak luput dari pengaruh para
pastur yang pernah berkarya didalamnya. Setiap pastur yang menjabat tentu
memiliki cirri khas masing-masing dalam memimpin, berikut adalah nama-nama
pastur yang pernah berkarya di Paroki St.Maria Blitar.
Pastor
yang pernah berkarya di Paroki St.Maria Blitar
1. Pastor H. Niesen, CM (1967-1971).
2. Pastor Benedictus Martokusumo, CM (1971-1974).
3. Pastor
H. Windrich, Pr (1974-1975).
4. Pastor Johanes Maria Antonius
Bartels, CM (1975-1986).
5. Pastor W.P. Janssen, CM (1986-1992).
6. Pastor Willibrordus Murdani, CM (1993-1998).
7. Pastor Timotius Karyono S.N, CM (1995-1999).
8. Pastor F.X. Wartadi, CM (1998-2001).
9. Pastor Petrus Santoso Budoyo, CM (1999-2000).
10. Pastor Juventius Haryono, CM (2000-2003).
11. Pastor Eligius Rahmat, CM (2001-2006).
12. Pastor Laurentius Karsiyanto, CM (2003-2009).
13. Pastor
Agapitus Garis, CM (2006-2007).
14. Pastor
Martinus Aloysius Paryanto, CM (2008-2011).
15. Pastor
FX. Wartadi, CM (2009-sekarang).
16. Pastor
Agapitus Sapta Widodo, CM (2011-sekarang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar